google translate

WELCOME

it's me... ^_^

Askep Gonorrhea

DEFINISI
Gonorhea adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhea yang penularannya melalui hubungan kelamin baik melalui genito-genital, oro-genital, ano-genital. Penyakit ini menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan konjungtiva.
B. PENYEBARAN
Gonore dapat menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lain terutama kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa menjalar ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput di dalam panggul sehingga menyebabkan nyeri pinggul dan gangguan reproduksi.
C. ETIOLOGI
- Penyebab pasti penyakit gonore adalah bakteri Neisseria gonorrhea yang bersifat patogen.
- Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang pada wanita yang belum pubertas.
D. MANIFESTASI KLINIS
Pada pria:
- Gejala awal gonore biasanya timbul dalam waktu 2-7 hari setelah terinfeksi
- Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada uretra kemudian diikuti nyeri ketika berkemih
- Disuria yang timbul mendadak, rasa buang air kecil disertai dengan keluarnya lendir mukoid dari uretra
- Retensi urin akibat inflamasi prostat
- Keluarnya nanah dari penis.
Pada wanita:
- Gejala awal biasanya timbul dalam waktu 7-21 hari setelah terinfeksi
- Penderita seringkali tidak merasakan gejala selama beberapa minggu atau bulan (asimtomatis)
- Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Namun, beberapa penderita menunjukkan gejala yang berat seperti desakan untuk berkemih
- Nyeri ketika berkemih
- Keluarnya cairan dari vagina
- Demam
- Infeksi dapat menyerang leher rahim, rahim, indung telur, uretra, dan rektum serta menyebabkan nyeri pinggul yang dalam ketika berhubungan seksual
Wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubunga seks melalui anus, dapat menderita gonore di rektumnya. Penderita akan merasa tidak nyaman disekitar anusnya dan dari rektumnya keluar cairan. Daerah disekitar anus tampak merah dan kasar serta tinja terbungkus oleh lendir dan nanah.
E. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan pembantu yang terdiri atas 15 tahap, yaitu:
1. Sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan diplokokus gram negatif, intraseluler dan ekstraseluler, leukosit polimorfonuklear.
2. Kultur untuk identifikasi perlu atau tidaknya dilakukan pembiakan kultur. Menggunakan media transport dan media pertumbuhan.
3. Tes definitif, tes oksidasi (semua golongan Neisseria akan bereaksi positif), tes fermentasi (kuman gonokokus hanya meragikan glukosa)
4. Tes beta laktamase, hasil tes positif ditunjukkan dengan perubahan warna kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim beta laktamase
5. Tes Thomson dengan menampung urin pagi dalam dua gelas. Tes ini digunakan untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi pada pria:
- Prostatitis
- Cowperitis
- Vesikulitis seminalis
- Epididimitis
- Cystitis dan infeksi traktus urinarius superior
Komplikasi pada wanita:
- Komplikasi uretra
- Bartholinitus
- Endometritis dan metritis
- Salphingitis
G. PENGOBATAN
1. Medikamentosa
o Walaupun semua gonokokus sebelumnya sangansensitif terhadap penicilin, banyak ‘strain’ yang sekarang relatif resisten. Terapi penicillin, amoksisilin, dan tetrasiklin masih tetap merupakan pengobatan pilihan.
o Untuk sebagian besar infeksi, penicillin G dalam aqua 4,8 unit ditambah 1 gr probonesid per- oral sebelum penyuntikan penicillin merupakan pengobatan yang memadai.
o Spectinomycin berguna untuk penyakit gonokokus yang resisten dan penderita yang peka terhadap penicillin. Dosis: 2 gr IM untuk pria dan 4 gr untuk wanita.
o Pengobatan jangka panjang diperlukan untuk endokarditis dan meningitis gonokokus.
2. Non-medikamentosa
Memberikan pendidikan kepada klien dengan menjelaskan tentang:
o Bahaya penyakit menular seksual
o Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
o Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
o Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat dihindari.
o Cara-cara menghindari infeksi PMS di masa yang akan datang.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa dan Intervensi
· Nyeri b.d reaksi infeksi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
- Mengenali faktor penyebab
- Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi nyeri
- Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
- Melaporkan nyeri yang sudah terkontrol
Intervensi:
a) Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.
b) Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif.
c) Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri
d) Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
e) Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien terhadap ketidaknyamanan (ex.: temperatur ruangan, penyinaran, dll)
f) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologik (ex.: relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massage, TENS, hipnotis, terapi aktivitas)
g) Berikan analgesik sesuai anjuran
h) Tingkatkan tidur atau istirahat yang cukup
i) Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan.
· Hipertermi b.d reaksi inflamasi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
- Suhu dalam rentang normal
- Nadi dan RR dalam rentang normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi:
a) Monitor vital sign
b) Monitor suhu minimal 2 jam
c) Monitor warna kulit
d) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
e) Selimuti klien untuk mencegah hilangnya panas tubuh
f) Kompres klien pada lipat paha dan aksila
g) Berikan antipiretik bila perlu
· Perubahan pola eliminasi urin b.d proses inflamasi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
- Urin akan menjadi kontinens
- Eliminasi urin tidak akan terganggu: bau, jumlah, warna urin dalam rentang yang diharapkan dan pengeluaran urin tanpa disertai nyeri
Intervensi:
a) Pantau eliminasi urin meliputi: frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna dengan tepat
b) Rujuk pada ahli urologi bila penyebab akut ditemukan
· Cemas b.d penyakit
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
- Tidak ada tanda-tanda kecemasan
- Melaporkan penurunan durasi dan episode cemas
- Melaporkan pemenuhan kebutuhan tidur adekuat
- Menunjukkan fleksibilitas peran
Intervensi:
a) Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan (takikardi, takipneu, ekspresi cemas non verbal)
b) Temani klien untuk mendukung kecemasan dan rasa takut
c) Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
d) Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat
e) Sediakan informasi aktual tentang diagnosa, penanganan, dan prognosis
· Risiko penularan b.d kurang pengetahuan tentang sifat menular dari penyakit
Tujuan:
Dapat meminimalkan terjadinya penularan penyakit pada orang lain
Intervensi:
Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dengan menjelaskan tentang:
- Bahaya penyakit menular
- Pentingnya memetuhi pengobatan yang diberikan
- Jelaskan cara penularan PMS dan perlunya untuk setia pada pasangan
- Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat menghindarinya.
· Harga diri rendah b.d penyakit
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan mengekspresikan pandangan positif untuk masa depan dan memulai kembali tingkatan fungsi sebelumnya dengan indikator:
- Mengindentifikasi aspek-aspek positif diri
- Menganalisis perilaku sendiri dan konsekuensinya
- Mengidentifikasi cara-cara menggunakan kontrol dan mempengaruhi hasil
Intervensi:
a) Bantu individu dalam mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan
b) Dorong klien untuk membayangkan masa depan dan hasil positif dari kehidupan
c) Perkuat kemampuan dan karakter positif (misal: hobi, keterampilan, penampilan, pekerjaan)
d) Bantu klien menerima perasaan positif dan negatif
e) Bantu dalam mengidentifikasi tanggung jawab sendiri dan kontrol situasi
I. BIBLIOGRAFI
Lachlan, MC. 1987. Buku Pedoman Diagnosis dan Penyakit Kelamin. Ilmiah Kedokteran: Yogyakarta.
Natadidjaja, hendarto. 1990. Kapita Selekta Kedokteran. Bina Rupa Aksara: Jakarta.
Prof. DR. Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 3. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Wikinson, Judith M. 2006. Buku saku DIAGNOSIS KEPERAWATAN. Penerbit buku kedokteran EGC.
Carpenito, Lynda J. 2001. Buku saku DIAGNOSA KEPERAWATAN Edisi 8. Penerbit buku kedokteran EGC.
read more

Askep Benigna Prostat Hipertropi (BPH)

A. Pengertian
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).

B. Etiologi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hypertropi yaitu testis dan usia lanjut.

Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu :

Teori Sel Stem (Isaacs 1984)
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.

Teori MC Neal (1978)
Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona periurethral.

C. Anatomi Fisiologi
Kelenjar proatat adalah suatu jaringan fibromuskular dan kelenjar grandular yang melingkari urethra bagian proksimal yang terdiri dari kelnjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos terletak di bawah kandung kemih dan melekat pada dinding kandung kemih dengan ukuran panjang : 3-4 cm dan lebar : 4,4 cm, tebal : 2,6 cm dan sebesar biji kenari, pembesaran pada prostat akan membendung uretra dan dapat menyebabkan retensi urine, kelenjar prostat terdiri dari lobus posterior lateral, anterior dan lobus medial, kelenjar prostat berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang ada uretra dan vagina. Serta menambah cairan alkalis pada cairan seminalis.

D. Patofisiologi
Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.

Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

E. Tanda dan Gejala
  • Hilangnya kekuatan pancaran saat miksi (bak tidak lampias)
  • Kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih.
  • Rasa nyeri saat memulai miksi/
  • Adanya urine yang bercampur darah (hematuri).

F. Komplikasi
  • Aterosclerosis
  • Infark jantung
  • Impoten
  • Haemoragik post operasi
  • Fistula
  • Striktur pasca operasi & inconentia urine

G. Pemeriksaan Diagnosis
  1. Laboratorium

    Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
  2. Radiologis
    Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
  3. Prostatektomi Retro Pubis
    Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
  4. Prostatektomi Parineal

    Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.

H. Penatalaksanaan
  1. Non Operatif
    • Pembesaran hormon estrogen & progesteron
    • Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
    • Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
    • Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
    • Pemasangan kateter.
  2. Operatif
    Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
    • TUR (Trans Uretral Resection)
    • STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
    • Retropubic Extravesical Prostatectomy)
    • Prostatectomy Perineal


Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)


A. Pengkajian
  1. Data subyektif :
    • Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
    • Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
    • Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
    • Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
  2. Data Obyektif :
    • Terdapat luka insisi
    • Takikardi
    • Gelisah
    • Tekanan darah meningkat
    • Ekspresi w ajah ketakutan
    • Terpasang kateter

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
  1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
  2. Kurang pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
  3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

C. Intervensi
  1. Diagnosa Keperawatan 1. :
    Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

    Tujuan :
    Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.

    Kriteria hasil :
    • Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.
    • Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

    Intervensi :
    • Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10)
    • Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
    • Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
    • Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah.
    • Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
    • Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi
    • Lakukan perawatan aseptik terapeutik
    • Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.

  2. Diagnosa Keperawatan 2. :
    Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

    Tujuan :
    Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .

    Kriteria hasil :
    • Klien akan melakukan perubahan perilaku.
    • Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
    • Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan.

    Intervensi :
    • Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu.
    • Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
    • Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
    • Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
    • Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh.

  3. Diagnosa Keperawatan 3. :
    Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

    Tujuan :
    Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi

    Kriteria hasil :
    • Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
    • Klien mengungkapan sudah bisa tidur.
    • Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.

    Intervensi :
    • Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
    • Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan.
    • Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
    • Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri (analgesik).



    Daftar Pustaka

    Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

    Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya

    Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta
read more

Askep Sirosis Hepatis

1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
2. Etiologi
Ada 3 tipe sirosis hepatis :

  • Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.

  • Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

  • Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).



  • 3. Patofisiologi

    Minuman yang mengandung alkohol dianggap sebagai factor utama terjadinya sirosis hepatis. Selain pada peminum alkohol, penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati, Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
    Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
    Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.


    4. Tanda dan Gejala

    Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
    Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral.
    Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.

    5. Pemeriksaan penunjang
    • Pemeriksaan Laboratorium
      1. Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
      2. Kenaikan kadar enzim transaminase - SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
      3. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
      4. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek.
      5. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
      6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
      7. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek.
      8. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS

    1. Pengkajian
      • Riwayat Kesehatan Sekarang
      • Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
      • Riwayat Kesehatan Sebelumnya
        Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.
      • Riwayat Kesehatan Keluarga
        Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
      • Riwayat Tumbuh Kembang
        Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
      • Riwayat Sosial Ekonomi
        Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
      • Riwayat Psikologi
        Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2000).
      • Pemeriksaan Fisik
        • Kesadaran dan keadaan umum pasien
          Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar - tidak sadar (composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
        • Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala - kaki
          TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
          1. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.
          2. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
            -Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
            -Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
          3. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.

    2. Masalah Keperawatan yang Muncul
      1. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
      2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
      3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.

    3. Intervensi
      Diagnosa Keperawatan 1. :
      Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
      Tujuan : Status nutrisi baik
      Intervensi :
      • Kaji intake diet, Ukur pemasukan diit, timbang BB tiap minggu.
        Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia, dan ganggguan rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik.
      • Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet.
        Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.
      • Tawarkan perawatan mulut (berkumur/gosok gigi) dengan larutan asetat 25 % sebelum makan. Berikan permen karet, penyegar mulut diantara makan.
        Rasional: Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan pembatasan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea (Black, & Hawk, 2005).
      • Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan kultural.
        Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
      • Motivasi pasien untuk menghabiskan diet, anjurkan makan-makanan lunak.
        Rasional: Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan makanan, karena pasien mengalami gangguan sistem pencernaan.
      • Berikan bahan penganti garam pengganti garam yang tidak mengandung amonium.
        Rasional: Garam dapat meningkatkan tingkat absorsi dan retensi cairan, sehingga perlu mencari alternatif penganti garam yang tepat.
      • Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi karbohidrat.
        Rasional: Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah
      • Berikan obat sesuai dengan indikasi : Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat dan Enzim pencernaan.
        Rasional: Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia. Dan Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare.
      • Kolaborasi pemberian antiemetik
        Rasional: untuk menghilangkan mual / muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.


      Diagnosa Keperawatan 2. :
      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
      Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
      Intervensi :
      • Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
        Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
      • Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
        Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
      • Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
        Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.
      • Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap.
        Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.


      Diagnosa Keperawatan 3. :
      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
      Tujuan : Integritas kulit baik
      Intervensi :
      • Batasi natrium seperti yang diresepkan.
        Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.
      • Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
        Rasional : Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
      • Ubah posisi tidur pasien dengan sering.
        Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
      • Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
        Rasional : Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik.
      • Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.
        Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
      • Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
        Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar.

    DAFTAR PUSTAKA

    Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
    Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
    Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
    Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
    Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
    Alexander, Fawcett, Runciman. (2000). Nursing Practice Hospital and Home the Adult, Second edition, Toronto. Churchill Livingstone.
    read more

    Askep Sinusitis

    A. Pengertian
    Sinusitis adalah merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus.


    B. Etiologi

    1. Rinogen
      Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) yang disebabkan oleh :
      • Rinitis Akut (influenza)
      • Polip, septum deviasi
    2. Dentogen
      Penjalaran infeksi dari gigi geraham atas
      Penyebabnya adalah kuman :
      • Streptococcus pneumoniae
      • Hamophilus influenza
      • Steptococcus viridans
      • Staphylococcus aureus
      • Branchamella catarhatis

    C. Tanda dan Gejala

    1. Febris, pilek kental, berbau, bisa bercampur darah
    2. Nyeri pada :
      • Pipi : biasanya unilateral
      • Kepala : biasanya homolateral, terutama pada sorehari
      • Gigi (geraham atas) homolateral.
    3. Hidung :
      • buntu homolateral
      • Suara bindeng

    D. Pemeriksaan Penunjang
    1. Rinoskopi anterior :
      • Mukosa merah
      • Mukosa bengkak
      • Mukopus di meatus medius
    2. Rinoskopi postorior
      • Mukopus nasofaring
    3. Nyeri tekan pipi yang sakit
    4. Transiluminasi : kesuraman pada ssisi yang sakit
    5. X Foto sinus paranasalis
      • Kesuraman
      • Gambaran “airfluidlevel”
      • Penebalan mukosa

    E. Penatalaksanaan
    1. Drainage
      • Medical :
        • Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak)
        • Dekongestan oral :Psedo efedrin 3 X 60 mg
      • Surgikal : irigasi sinus maksilaris.
    2. Antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untk akut) yaitu :
      • Ampisilin 4 x 500 mg
      • Amoksilin 3 x 500 mg
      • Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
      • Diksisiklin 100 mg/hari
    3. Simtomatik
      • Prasetamol, metampiron 3 x 500 mg.
    4. Untuk kronis adalah :
      • Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
      • Irigasi 1 x setiap minggu (10-20)
      • Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi)


    Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Sinusitis

    A. Pengkajian
    1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
    2. Riwayat Penyakit sekarang : penderita mengeluah hidung tersumbat,kepala pusing, badan terasa panas, bicara bendeng.
    3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.
    4. Riwayat penyakit dahulu :
      • Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
      • Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
      • Pernah menedrita sakit gigi geraham
    5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
    6. Riwayat spikososial
      • Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
      • Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
    7. Pola fungsi kesehatan
      • Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat
        Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.
      • Pola nutrisi dan metabolisme
        Biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
      • Pola istirahat dan tidur
        Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
      • Pola Persepsi dan konsep diri
        Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun
      • Pola sensorik
        Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
    8. Pemeriksaan fisik
      • status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
      • Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).

    B. Diagnosa Keperawatan
    1. Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung
    2. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis(irigasi sinus/operasi)
    3. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental
    4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hiidung buntu., nyeri sekunder peradangan hidung
    5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus
    6. Gangguan konsep diri berhubungan dengan bau pernafasan dan pilek

    C. Intervensi
    1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung
      Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang
      Kriteria hasil :
      • Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
      • Klien tidak menyeringai kesakitan.

      Intervensi :
      • Kaji tingkat nyeri klien
        R/: Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya
      • Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya
        R/: Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri
      • Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
        R/: Klien mengetahui tehnik distraksi dn relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri
      • Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien
        R/: Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
      • Kolaborasi dengan tim medis :
        • Terapi konservatif :
          • Obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung
          • Drainase sinus
        • Pembedahan :
          • Irigasi Antral : Untuk sinusitis maksilaris
          • Operasi Cadwell Luc
        R/: Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien
    2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi/operasi)
      Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
      Kriteria hasil:
      • Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
      • Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.

      Intervensi :
      • Kaji tingkat kecemasan klien
        R/: Menentukan tindakan selanjutnya
      • Berikan kenyamanan dan ketentaman pada klien :
        • Temani klien
        • Perlihatkan rasa empati(datang dengan menyentuh klien)
        R/: Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
      • Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
        R/: Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif
      • Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
        • Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
        • Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
        R/: Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
      • Observasi tanda-tanda vital
        R/: Mengetahui perkembangan klien secara dini.
      • Bila perlu, kolaborasi dengan tim medis
        R/: Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien


    3. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret hidung) sekunder dari peradangan sinus
      Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret (seous, purulen) dikeluarkan
      Kriteria hasil :
      • Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
      • Jalan nafas kembali normal terutama hidung

      Intervensi :
      • Kaji penumpukan secret yang ada
        R/: Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
      • Observasi tanda-tanda vital
        R/: Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
      • Koaborasi dengan tim medis untuk pembersihan sekret
        R/: Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret/masalah

    DAFTAR PUSTAKA
    Doenges, M. G. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta 2000
    Lab. UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan tenggorokan FK Unair, Pedoman diagnosis dan Terapi Rumah sakit Umum Daerah dr Soetom FK Unair, Surabaya
    Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta
    read more

    Askep Kejang Demam

    Pengertian

    Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).

    Kejang adalah pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf cortex serebral yang ditandai dengan serangan yang tiba – tiba (marillyn, doengoes. 1999 : 252)


    Etiologi

    Penyebab dari kejag demam dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu :
    1. Obat – obatan
      racun, alkhohol, obat yang diminum berlebihan
    2. Ketidak seimbangan kimiawi
      hiperkalemia, hipoglikemia dan asidosis
    3. Demam
      paling sering terjadi pada anak balita
    4. Patologis otak
      akibat dari cidera kepala, trauma, infeksi, peningkatan tik
    5. Eklampsia
      hipertensi prenatal, toksemia gravidarum
    6. Idiopatik
      penyebab tidak diketahui

    Tanda dan Gejala

    Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu :
    1. Kejang demam sementara
      • Umur antara 6 bulan – 4 tahun
      • Lama kejang lebih dari 15 menit
      • Kejang bersifat umum
      • Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam
      • Tidak ada kelainan neurologis, baik klinis maupun laboratorium
      • Eeg normal 1 minggu setelah bangkitan kejang
    2. Kejang demam komplikata
      • Diluar kriteria tersebut diatas

    Komplikasi
    1. Kejang berulang
    2. Epilepsi
    3. Hemiparese
    4. Gangguan mental dan belajar

    Pemeriksaan Diagnostik
    1. Darah
      Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
      BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
      Elektrolit : K, Na
      Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
      Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
      Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
    2. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
    3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
    4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
    5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
    6. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.

    Penatalaksanaan Medik
    1. Pemberian diazepam
      • dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/ kg bb/ dosis iv (perlahan)
      • bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosisi ulangan setelah 20 menit.
    2. Turunkan demam
      • anti piretik : para setamol atau salisilat 10 mg/ kg bb/ dosis
      • kompres air biasa
    3. Penanganan suportif
      • bebaskan jalan nafas
      • beri zat asam


    Asuhan Keperawatan Pasien Anak Dengan Kejang Demam


    Pengkajian

    Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
    1. Data subyektif
      • Biodata/Identitas
        Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
        Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
      • Riwayat Penyakit
        1. Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan : Apakah betul ada kejang ?
          Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak
        2. Apakah disertai demam ?
          Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.
        3. Lama serangan
          Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
        4. Pola serangan
          • Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
          • Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
          • Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
          • Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
            Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
        5. Frekuensi serangan
          Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
        6. Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
          Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya ?
        7. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
          Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
        8. Riwayat penyakit dahulu
          • Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
          • Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
        9. Riwayat kehamilan dan persalinan
          Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
        10. Riwayat imunisasi
          Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
        11. Riwayat perkembangan
          Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
          • Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
          • Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
          • Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
          • Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
        12. Riwayat kesehatan keluarga.
          • Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam mempunyai faktor turunan)
          • Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya?
          • Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
        13. Riwayat sosial
          • Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak?
          • Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
        14. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
          • Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
          • Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
            • Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
            • Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
            • Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
        15. Pola nutrisi
          • Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?
          • Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
        16. Pola eliminasi
          • BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
          • BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
        17. Pola aktivitas dan latihan
          • Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?
          • Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?
          • Aktivitas apa yang disukai?
        18. Pola tidur/istirahat
          • Berapa jam sehari tidur?
          • Berangkat tidur jam berapa?
          • Bangun tidur jam berapa?
          • Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
    2. Data Obyektif
      • Pemeriksaan Umum
        Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
      • Pemeriksaan Fisik
        1. Kepala
          Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?
        2. Rambut
          Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
        3. Muka/ wajah
          Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
        4. Mata
          Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
        5. Telinga
          Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
        6. Hidung
          Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
        7. Mulut
          Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi?
        8. Tenggorokan
          Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
        9. Leher
          Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
        10. Thorax
          Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
        11. Jantung
          Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
        12. Abdomen
          Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
        13. Kulit
          Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
        14. Ekstremitas
          Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
        15. Genetalia
          Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ?


    Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
    1. Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang
    2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi


    Intervensi

    Diagnosa Keperawatan I :
    Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang

    Tujuan : Risk detection.

    Kriteria Hasil :
    • Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
    • Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
    • Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
    • Pengetahuan tentang risiko
    • Memonitor faktor risiko dari lingkungan

    Rencana Tindakan : NIC : Pencegahan jatuh
    • Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.
      Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
    • Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
      Rasional : meningkatkan keamanan klien.
    • Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
      Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
    • Letakkan klien di tempat yang lembut.
      Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang.
    • Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
      Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
    • Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
      Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.


    Diagnosa Keperawatan II :
    Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

    Tujuan : Thermoregulation

    Kriteria Hasil :
    • Suhu tubuh dalam rentang normal
    • Nadi dan RR dalam rentang normal
    • Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

    Rencana Tindakan : NIC : Fever treatment
    • Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
      Rasional : Mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
    • Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
      Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
    • Pertahankan suhu tubuh normal
      Rasional : Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.
    • Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .
      Rasional : Proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
    • Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
      Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat.
    • Atur sirkulasi udara ruangan.
      Rasional : Penyediaan udara bersih.
    • Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
      Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
    • Batasi aktivitas fisik
      Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.
    read more

    askep Artritis Reumatoid

    Pengertian

    Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.(Susan Martin Tucker.1998)

    Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2001)

    Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).


    Etiologi

    Penyebab pasti reumatod arthritis tidak diketahui. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetic, lingkungan, hormonal dan faktor system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).

    Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
    1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
    2. Endokrin
    3. Autoimun
    4. Metabolik
    5. Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
    Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.


    Manifestasi Klinis

    Pola karakteristik dari persendian yang terkena :
    1. Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
    2. Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular.
    3. Awitan biasnya akut, bilateral, dan simetris.
    4. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
    5. Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang umum.
    Gambaran Ekstra-artikular :
    1. Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia.
    2. Fenomena Raynaud.
    3. Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas, di temukan pada jaringan subkutan di atas tonjolan tulang.
    Rheumatoid arthritis ditandai oleh adanya gejala umum peradangan berupa :
    1. demam, lemah tubuh dan pembengkakan sendi.
    2. nyeri dan kekakuan sendi yang dirasakan paling parah pada pagi hari.
    3. rentang gerak berkurang, timbul deformitas sendi dan kontraktur otot.
    4. Pada sekitar 20% penderita rheumatoid artritits muncul nodus rheumatoid ekstrasinovium. Nodus ini erdiri dari sel darah putih dan sisia sel yang terdapat di daerah trauma atau peningkatan tekanan. Nodus biasanya terbentuk di jaringan subkutis di atas siku dan jari tangan.

    Komplikasi

    Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.

    Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.


    Pengkajian
    1. Aktivitas/ istirahat
      Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
      Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
      Tanda : Malaise
      Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
    2. Kardiovaskuler
      Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
    3. Integritas ego
      Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
      Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )
      Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
    4. Makanan/ cairan
      Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
      Kesulitan untuk mengunyah
      Tanda : Penurunan berat badan
      Kekeringan pada membran mukosa.
    5. Hygiene
      Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan
    6. Neurosensori
      Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
      Gejala : Pembengkakan sendi simetris
    7. Nyeri/ kenyamanan
      Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
    8. Keamanan
      Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
    9. Interaksi sosial
      Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.

    Diagnosa Keperawatan
    1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
    2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal,
      Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.

    Intervensi

    Diagnosa keperawatan 1 :

    Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.

    Kriteria Hasil:
    • Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
    • Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
    • Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
    • Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.

    Intervensi Keperawatan :
    • Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
      R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program
    • Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan
      R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri
    • Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace.
      R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi
    • Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak.
      R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi
    • Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
      R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan.
    • Berikan masase yang lembut
      R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri
    • Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
      R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping.
    • Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
      R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.
    • Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
      R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.
    • Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat)
      R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
    • Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan
      R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut

    Diagnosa Keperawatan 2:

    Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal, Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.

    Kriteria Hasil
    • Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
    • Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
    • Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.

    Intervensi :
    • Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi
      R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi.
    • Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.
      R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan.
    • Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan.
      R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
    • Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze
      R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit.
    • Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace
      R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor.
    • Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher.
      R/ Mencegah fleksi leher.
    • Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
    • Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda.
      R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh.
    • Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.
      R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat.
    • Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan.
      R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas.
    • Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid).
      R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut.
    read more
     
    Powered By Blogger | Portal Design By Vikas bhardwaj's Blog